Aku kira tantangan untuk kelulusanku adalah skripsi full English, tapi ternyata timing.
Harap siapkan cemilan sebakul karna cerita tentang my thesis journey ini akan sangat teramat panjang, kalo perlu kamu skip aja ok.
Pada semester 7 aku udah cek nama para dosen pembimbingku serta cicil proposalnya, jadi begitu masuk semester 8 proposalku udah beres tinggal langsung konsultasi ke para dosen pembimbing tersebut.
Dari segi timing, harusnya langkahku udah duluan tapi justru malah sebaliknya.
Tanpa ku ketahui ternyata ada pergantian dosen pembimbing di semester 8, sedangkan aku udah terlanjur konsul sama dosen pembimbing 1 yang salah. Beliau bahkan tidak memberitahuku, ia hanya mengusirku dan suruh aku berpikir sendiri apa salahku. Jelas aja aku mikirnya proposalku yang ngawur, aku baca 3 chapter itu berulang-ulang sambil mikir keras “dimana salahnya sih?” bahkan aku sampai bertanya kepada senior dengan dosen pembimbing yang sama, walau dia bilang “kk rasa kamu pintar aja dek” aku tetap merasa tolol karena masih belum menemukan letak kesalahan itu.
Entah berapa lama aku ga berani balik konsul lagi karna terus-terusan di usir. Bingung, sedih, down, eh pake diputusin pula, gak keren. Hingga sampailah dimana aku balik ke kampus untuk menghadiri seminar proposal seorang teman dan dari situlah aku diberitahu oleh anak-anak kelas B kalau dosenku itu ganti, terima kasih yaa kalian :’)
Rasanya lega banget pas udah tau salahnya dimana dan aku sama sekali ga menyalahkan dosen galak itu, diriku sendiri, ataupun keadaan. Aku rasa tanpa kejadian tersebut aku ga bakal ngerti dan ngerasain jadi orang yang stuck sampai bisa sedih akan kemajuan orang lain. Pengalaman ini priceless, kita gatau kedepannya bakal terus maju atau stuck lagi, jadi kalau misalkan nanti aku kembali ke titik rendah ini lagi, I know I’ll figure it out as long as I don’t compare my life progress with others. Mulai dari sini juga aku bertekad kalau nanti lulus, aku gamau posting di ig, gamau bikin sedih temen-temen aku yang masih stuck.
Back to the story, selanjutnya adalah mengecek siapa sebenarnya dosen pembimbingku. Aku berdoa menyebutkan 2 nama dosen yang terkenal baiknya, tetapi nama yang dilontarkan oleh Kprodi adalah seorang professor yang standarnya tinggi. Takut? Iya boleh. Kecewa doa ga dikabulin? Gak boleh! Karna ternyata nantinya, 2 dosen yang aku sebutkan tadi malah jadi pengujiku dan semua seminarku jadi lancar tanpa perlu khawatir akan dibantai.
The timing ternyata tidak sejahat itu, ketika aku konsul sama pak prof, beliau kaget dengan aku yang paham betul isi proposalku dan bilang “ih banyak juga ya yang sudah kamu tulis” dan memberi impresi bahwa aku mahasiswi rajin, padahal efek di usir dosen sebelumnya yang bikin aku bacain proposal itu berulang-ulang sampai hafal setiap katanya. Di hari itu juga proposalku langsung di ACC yang berarti boleh lanjut ke pembimbing 2 hanya dengan revisi nambahin satu kata doang di judulnya.
Seminggu kemudian di ACC oleh pembimbing 2 hanya dengan 2 kali revisi grammar, lalu persiapan seminar proposal. Eh ternyata jadwal seminarnya deketan sama Tyo, seseorang yang nantinya akan jadi pacarku. Alhamdulillah seminarnya pun lancar dengan nilai yang memuaskan. Mantan pun sampai ngajak balikan ketika tau aku sukses seminar, tentu saja aku terima buat ku putusin balik (a.k.a balas dendam akibat diputusin secara ga baik-baik).
Tantangan selanjutnya adalah revisi setelah seminar proposal. Revisi itu ku coba kerjakan bersama Tyo yang juga sedang revisi seminar hasil di sebuah cafe, tepat 2 hari sebelum kami jadian. Niat awalnya ya beneran revisian, diskusi soal revisian, tapi ujungnya malah ngomongin game dan lain-lain yang bikin aku baru tau oh ternyata aku sama dia interestnya sama. Lalu besoknya aku sakit, dia jenguk di depan rumah bawain sushi, kaget, aku mencoba basa-basi nawarin mampir, eh mampir beneran, ngobrol lebih banyak, terus pas dia pulang mamaku kasi lampu ijo, aku bilang cuma temen, besoknya di ajak grab a lunch biar cepet sembuh, terus jadian di sana. Kenapa ini malah cerita perjalanan cintaku, ya karna habis ini timbul lah tantangan yang berhubungan dengan timing lagi.
Pikiranku mulai teralihkan dari revisian skripsi setelah jadian sama Tyo. Bukan, bukan karna Tyo nya tapi karna drama mantan-mantan toksik dari masing-masing pihak yang bikin rumor selingkuh. Padahal kami baru deket pas masing-masing udah berstatus single. Buru-buru jadian? Emang, karna Tyo nya mau sidang, lulus, dan balik ke kota asalnya. Cuma karna 2 hari deket langsung jadian bukan berarti selingkuh ya, tapi karna emang udah siap berkomitmen lagi dan juga sadar bahwa tahap pendekatan itu ga nunjukin karakter asli seseorang dalam sebuah hubungan. Jadi ga semua yang cepat move on itu selingkuh, ada yang lega bisa lepas dari hubungan toksik. Yang penting kan ga buru-buru nikah. Ya begitulah, pokoknya drama tersebut bener-bener bikin aku terganggu ditengah revisian yang harusnya kukerjakan dengan hati dan pikiran yang tenang.
Setelah drama itu padam akhirnya ku selesaikan juga revisianku dan pergi konsul, langsung dapat ACC dari dua penguji baik hati untuk lanjut ke para dosen pembimbing. Ketika konsul dengan professor, beliau sampai lupa kalau aku adalah bimbingannya. Untungnya langsung di ACC tanpa ada revisi apapun, tapi aku malah nangis terisak-isak begitu keluar dari ruang dosen. Tyo pun kebingungan kenapa aku nangis padahal skripsiku di ACC. Ya karna aku tau sebenarnya professor marah dan kecewa aku membuang-buang waktu yang harusnya bisa konsul dan seminar lebih cepat tapi malah datang konsul dengan terlambat dan beliau tetap ACC skripsiku tanpa dipersulit. Dari sini aku gamau buang waktuku lagi, aku langsung ke pembimbing 2 dengan 2 kali revisi grammar lagi lalu seminar hasil. Alhamdulillah lancar, walau rasanya kayak capek banget dibandingkan seminar proposal.
muka lelah sudah tak bisa dikondisikan
Belajar dari pengalaman sebelumnya, revisi seminar hasil langsung ku kerjakan dan ku konsultasikan tetapi jeng jeng jeng, dosen penguji 2 sudah cuti melahirkan. Astagaaa aku ga bisa lanjut konsul ke pembimbing kalau belum ACC sama penguji 2. Saat itu aku cuma bisa pasrah karna hal tersebut di luar kendaliku. Aku anggap ini hukuman buatku akibat kemaren tidak pandai me-manage waktu revisianku, hukuman buatku yang dengan gampangnya teralihkan hal yang tidak penting. Another pembelajaran priceless, walau kamu orang yang pintar tapi kalau ga bisa manage waktu dan ga bisa kontrol fokusmu, kamu tetap akan rugi.
Beberapa bulan pun berlalu dan akhirnya dapat ACC penguji 2 dengan sekali revisi. Selanjutnya ke professor, beliau langsung ACC tapi minta aku menggunakan 2 teori buat menjawab sumber masalah biar skripsinya makin oke. Udah seneng bisa lanjut ke pembimbing 2, astaghfirullah cuti melahirkan juga. Kok bisaaa, apa mereka janjian? Untuk memastikan, aku tanya ke mahasiswi dengan pembimbing yang sama dan dia bilang beneran, bahkan dia mau konsul ke rumah aja ga boleh malah diusir. Mendengar kata di usir, aku langsung trauma dan menghapus draft pesan minta izin konsul ke rumah beliau. Emang aku harus ditampar pengalaman dulu, tapi ga dua kali juga dooongg.
Beberapa bulan kemudian pembimbing 2 pun telah kembali dan menanyakan kenapa aku baru muncul, “lah kan mrs cuti melahirkan” jawabku, beliau pun membalas “kan day bisa konsul di rumah saya”, aku pun kebingungan dan bertanya “emangnya saya boleh konsul di rumah mrs?”, beliau menjawab “boleh dong day, justru saya senang kalau kamu konsul ke rumah”. HAH ternyata favoritism antara mahasiwa/i bimbingan itu benar adanya, tapi bisa aja mahasiswi yang datang ke rumah beliau itu belum izin atau datang di jam yang salah atau problematik. Intinya, ternyata tamparan kedua mengajarkanku untuk tetap lakukan apa yang menurutku benar walau ada bisikan bakal di usir. Tapi gapapa, aku ga nyesal, dengan begini jadi adil kan aku sama-sama menunggu seperti mahasiswa/i lainnya, gak curang.
Tantangan baru pun muncul, pembimbing 2 tidak sependapat dengan professor yang ingin aku pakai 2 teori sekaligus. Lah jadi aku pilih pendapat yang mana? Saran dari orang-orang sekitarku tetap ikutin pendapat professor sebagai pembimbing utama, taapiiiiii aku ga bakal dapat ACC dari pembimbing 2 dan ga lanjut sidang dong? Haiyaaaaa, aku cuma bisa berdoa banyak-banyak supaya hati pembimbing 2 luluh terhadap skripsiku. 3 minggu kemudian, Leta ngehubungin aku katanya aku dicariin mrs.nya suruh balik konsul dan Alhamdulillah mrs.nya percaya aku bisa handle pake 2 teori. Akhirnya ACC juga untuk sidang akhir, pendadaran.
Timing muncul kembali ketika aku lihat tanggal sidangku di tanggal 11, eleven, my lucky number. Beneran lucky, sidangku di hari itu malah yang tergampang dan terlancar dibanding seminar-seminarku sebelumnya, dalam hati sampai bilang “udah? aku lulus?”. Dan sesuai tekadku sebelumnya, aku ga posting apapun soal kelulusanku di ig, cuma pacar serta teman-teman yang hadir saat itu yang posting dan untungnya di twitter jadi ga banyak yang tau. Traktir mereka kecil-kecilan juga sebagai bentuk syukur dan terima kasihku. Langsung ngabarin papa juga, ekspektasiku beliau bakal kecewa karna anaknya baru lulus eh taunya seneng banget sampe minta fotoin nilai sidangku. Gapapa lah ya ga cumlaude seperti keinginan papa yang penting nilai sidangnya A semua, masih bisa bikin papa bangga :’) Tukang fotocopy langgananku pun ikut bangga, random banget elah.
Ketika kemenangan kelulusan itu tinggal selangkah lagi, tiba-tiba pandemi covid meninggi disaat aku mau konsul jurnal serta mengurus persyaratan yudisium dan wisuda. Bayangin aja ngurus berkas-berkas akhir seribet apa, malah ditambah dengan pandemi covid. Jadi sebenarnya yang paling banyak memakan waktu di kelulusanku itu ya nunggu covid reda.
Officially, aku udah dinyatakan lulus tetapi belum dapat ijazah, transkip nilai dan berkas akademi lainnya karna yudisium serta wisudaku harus di undur akibat covid. Waktu pengurusan berkas aja aku udah di warning sama staff akademik kalau dosen ga bakal datang ke kampus karna semua kelas via zoom, datang ke rumah pun ga boleh karna mereka menjaga kesehatan keluarganya. Asli, tinggal dikit lagi aja harus menghadapi tantangan timing lagi. Untungnya Kprodi ku waktu itu baik banget, waktu itu aku tetap mencoba datang ke rumahnya dengan niat ninggalin berkasku di depan pintu untuk ditanda tangani tapi beliau memilih ngambil masker untuk keluar tanda tangani berkasku di depanku padahal beliau kaget aku berani ke rumah. Sisanya ya tetap bolak balik ngecekin berkas yang ditinggal di meja, nunggu sampai covid reda, nunggu sampai jadwal yudisium dan wisuda ditentukan. Padahal kebaya wisuda sudah kusiapkan jauh sebelum akunya lulus, emang ga boleh celebrate something duluan.
Then yap, setahun kemudian tepat di hari ini akhirnya aku yudisium.
I’m so so so proud of myself bisa sesabar ini menghadapi berbagai macam timing yang berturut-turut muncul.
Timing yang emang udah di atur buatku, buat tantanganku, buat persiapanku, buat menyelamatkanku, buat bertemu calon jodohku, buat melatih kesabaranku, buat mengasah mentalku, dan buat pembelajaranku agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi kedepannya.
Aku percaya semua timing itu yang terbaik buatku.
I’m proud to be one of those Pandemic Grad!